Peradaban Mesir Kuno

Peradaban Mesir Kuno tumbuh dan berkembang di lembah dan delta sungai Nil. Sungai Nil mengalami banjir tiap tahunnya dan meninggalan endapan lumpur yang berwarna hitam, endapan ini yang menjadikan kawasan lembah dan delta sungai Nil menjadi subur, sehingga dapat mengembangkan pertanian.
Bangsa Mesir Kuno telah mengenal tulisan Hieroglif, yang kemudian dikembangkan menjadi tulisan Hieratik dan Demotik. Bangsa Mesir Kuno menyembah dewa-dewi (politeisme), mengeramatkan hewan tertentu (totemisme) dan kekuatan alam (nature worship), dan juga mengenal jimat atau amulet (dinamisme).
Bangsa ini juga telah mengenal stratifikasi sosial, dimana ada yang disebut si kaya dan si miskin. Pemerintahannya berbentuk kerajaan yang dipimpin seorang raja. Pertanian menjadi sektor utama yang menopang kehidupan bangsa ini. Belakangan sektor perniagaan, industri, dan kerajinan sangat berkembang, sehingga masyarakat ini dapat dikatakan sudah mapan dari berbagai sektor perekonomian. Ilmu penetahuan seperti matematika, biologi, dan astronomi juga telah dikenal oleh bangsa Mesir Kuno, terbukti dari teknologi pembangunan piramid, pengawetan mumi, dan sistem penanggalan. Seni yang dikenal bangsa Mesir Kuno ialah seni patung, seni ukir, seni lukis, seni musik, dan seni dekoratif. Seni bangunan atau arsitektur Mesir Kuno tidak perlu diragukan lagi, piramid-piramid raksasa, kuil-kuil, dan istana-istana yang megah sudah menunjukkan produk seni arsitektur.

Bangsa Mesir Kuno menggunakan istilah “Mesir Bawah” atau “Mesir Utara” atau “Mesir Hilir” untuk menyebut bagian muara dan delta Nil di sebelah utara dan ketinggiannya yang lebih rendah. Sedangkan istilah “Mesir Atas” atau “Mesir Selatan” atau “Mesir Hulu” untuk menyebut bagian lembah Nil mulai dari perbatasan dengan Sudan hingga ke perbatasan dengan Mesir Bawah. Mesir Atas terletak lebih tinggi dari Mesir Bawah dan berada di bagian selatan wilayah Mesir. Penguasa dari Mesir Selatan biasanya menetapkan ibukota pemerintahan di Thebe, sedangkan penguasa dari Mesir Utara biasanya menetapkan ibukota pemerintahan di Memphis.
Keadaan Geografis
Bentuk topografi yang terdapat di sekitar dan di tempat tumbuhnya peradaban ini antara lain :
a. Sungai Nil
Sungai Nil terdiri atas beberapa cabang, yaitu Sungai Nil Putih, Sungai Nil Biru, dan Sungai Atbara. Sungai Nil putih berawal dari danau Victoria di Uganda. Air sungai Nil Putih kaya dengan unsur hara. Sungai Nil Biru bermata air di danau Tana dan alirannya bertemu dengan Sungai Nil Putih di Khartoum, Sudan. Sungai Atbara bermata air di pegunungan Etiopia. Air sungai ini kaya dengan bahan mineral. Gabungan antara unsur hara dan mineral ini yang akan menjadi faktor penyubur lembah sungai Nil. Sungai Nil dari Khartoum mengalir membelah wilayah Mesir dan bermuara di Laut Tengah.
Setiap pertengahan Juli sampai pertengahan November, curah hujan yang meningkat dan kumpulan salju di puncak-puncak Dataran Tinggi Afrika Timur di sekitar Ethiopia mencair, sehingga mengakibatkan Sungai Nil mengalami banjir besar. Air sungai meluap dan membanjiri kawasan sepanjang daratan tepiannya yang rendah. Banjir tahunan Sungai Nil itu mencapai titik kulminasinya pada awal September. Saat air telah surut kembali, banjir tersebut meninggalkan endapan lumpur berwarna hitam yang sangat subur, di sepanjang lembah Nil dengan jangkauan antara 15 – 50 km. Oleh karena, setiap tahun tanah lembah Nil selalu dibaharui dengan endapan lumpur yang subur, maka lembah ini telah dimanfaatkan bangsa Mesir Kuno menjadi lahan pertanian secara terus-menerus selama lebih dari 4.000 tahun dan tetap subur.[1]
b. Lembah Nil, Delta Nil, dan Jazirah Sinai
Lembah Nil membentang di sepanjang kanan-kiri aliran Sungai Nil dan mendapatkan kesuburannya dari endapan yang tertinggal pasca-banjir. Sedangkan Delta Nil terletak di ujung aliran Sungai Nil menuju Laut Tengah dan memperoleh kesuburannya dari pembentukannya, yang berasal dari endapan-endapan yang terbawa oleh aliran Sungai Nil dan kemudian mengendap di muara Sungai Nil. Jazirah Sinai merupakan dataran tinggi yang terletak di sebelah timur Terusan Suez, terusan yang membatasi Mesir dengan Jazirah Sinai. Jazirah Sinai terkenal dengan deposit barang tambangnya.
c. Jeram-Jeram Sungai Nil dan Terusan Suez
Air terjun-air terjun sepanjang Sungai Nil termasuk deras, sehingga tetap menyulitkan dan mencegah serangan musuh dari sebelah selatan. Benteng alamiah Mesir hanya rawan di satu tempat, yaitu di Terusan Suez. Terusan Suez merupakan penghubung antara peradaban Mesir kuno di Benua Afrika dengan peradaban lembah Eufrat-Tigris (Mesopotamia) di Benua Asia. Terusan Suez telah menjadi bagian dari rute perdagangan, pertukaran ide, dan rute invasi militer.
d. Laut Mediterania, Laut Merah, Gurun Libya, dan Gurun Nubia
Laut Mediterania (Laut Tengah) terletak di sebelah utara wilayah Mesir, sedangkan Laut Merah terletak di sebelah timur wilayah Mesir. Gurun Libya menjadi batas geografis wilayah Mesir di sebelah barat, sedangkan Gurun Nubia menjadi batas geografis wilayah Mesir di sebelah selatan. Wilayah Mesir dikelilingi oleh Laut Mediterania, Laut Merah, Gurun Libya, dan Gurun Nubia, sehingga memberikan suatu proteksi alamiah terhadap penduduk Mesir Kuno. Di samping itu terdapat Gurun Timur, yang membentang dari tepi lembah Nil hingga ke pantai Laut Merah.
Sistem Pemerintahan
a. Permulaan dan Bentuk Pemerintahan
Pembentukan pemerintahan Mesir Kuno dapat dilihat dari dua segi, yaitu dari segi perkembangan satuan-satuan birokrasi dan dari segi praktik pengorganisasian irigasi.
Berdasarkan perkembangan satuan-satuan birokrasi, sejarah politik di Mesir berawal dari terbentuknya komunitas-komunitas di desa-desa dengan pemerintahan desa-desa. Dari desa-desa kecil berkembanglah menjadi kota yang otonom. Kemudian mulai terbentuk kerajaan kecil akibat ekspansi atau penaklukan wilayah lain oleh kota-kota yang mapan. Kerajaan-kerajaan kecil ini kemudian disatukan menjadi kerajaan Mesir Hilir dan Mesir Hulu. Proses tersebut berawal dari tahun 4000 SM namun pada tahun 3400 SM seorang penguasa bernama Menes mempersatukan kedua kerajaan tersebut menjadi satu kerajaan Mesir yang besar.
Sejak unifikasi Mesir oleh Menes, bentuk pemerintahan Mesir kuno menganut tipe-tipe bentuk pemerintahan sebagai berikut.
1) Kerajaan. Oleh karena memiliki bentuk pemerintahan kerajaan, maka pemegang kekuasaan tertingginya adalah raja.
2) Otokrasi atau Monarki Absolut. Dikatakan demikian, karena pemegang kekuasaan tertinggi di Mesir Kuno, yakni raja, memiliki kekuasaan yang tidak terbatas (absolut).
3) Teokrasi. Sistem kepercayaan begitu melekat dengan seluruh aspek kehidupan bangsa Mesir Kuno, termasuk aspek pemerintahan. Bentuk pemerintahan Mesir Kuno disebut teokrasi, karena raja merangkap sebagai imam tertinggi (priest-king) yang menguasai segala aspek religi maupun pemerintahan. Pengaruh teokrasi ini begitu kental dalam pemerintahan, akan tetapi mulai luntur ketika raja tidak lagi dipercaya sebagai dewa, melainkan hanya sebagai keturunan dewa.
b. Sistem Kekuasaan Raja
Raja Mesir kuno disebut Pharaoh. Kata Pharaoh ini berasal dari kata “per-o” atau “per-aa”, yang berarti rumah besar, istana, atau yang tinggal di dalam istana. Sedangkan orang Arab mengucapkan kata “pharaoh” dengan kata “firaun”. Masyarakat Mesir kuno memandang figur seorang pharaoh sebagai figur yang sangat suci, bahkan rakyat tidak diizinkan memanggil secara langsung nama pharaoh tersebut. Mereka hanya diperbolehkan memenggil gelar “per-o”, sebutan untuk tempat tinggal pemimpin mereka.
Kekuasaan sekaligus tanggung jawab raja Mesir Kuno antara lain sebagai berikut :
1) Mengatur dan menyelenggarakan pemerintahan yang adil (eksekutif).
2) Membuat undang-undang atau hukum (legislatif).
3) Menguasai pengadilan (yudikatif).
4) Memimpin angkatan perang (militer).
5) Memutuskan kebijakan mengenai hubungan luar negeri.
6) Memelihara keseimbangan alam.
7) Mengatur kelancaran sistem irigasi dan hasil panen.
8) Mengawasi masalah pertambangan dan perdagangan.
9) Memimpin upacara keagamaan (teokrat).
[1] Berangkat dari fenomena alam tersebut, Herodotus, sejarawan Yunani, menyebut Mesir sebagai “The Give of Nile” atau “Hadiah Sungai Nil”, karena tanpa endapan lumpur hitam itu, niscaya wilayah Mesir akan menjadi lahan tandus, yang tidak dapat dikembangkan untuk pertanian, awal mula peradaban ini.

0 komentar:

Posting Komentar

My Blog List

Lorem Ipsum

Term of Use

Categorias

Recent Post

Subscribe Now

Parceiros

My Banner

Diberdayakan oleh Blogger.
Copyright @ 2010 - yazid's blog - Design by BTN